Rabu, 22 Juni 2011

Indonesia kekurangan 43 Ribu Pelaut


gambar .01. diklat simulator( Taruna/Cadet ATT.IV)
Jakarta (ANTARA News) – Kementerian Perhubungan mengungkapkan bahwa sekarang Indonesia sedikitnya masih kekurangan tenaga pelaut sebanyak 43 ribu orang, menyusul meningkatnya armada nasional sejalan dengan azas cabotage dalam beberapa tahun terakhir.
Jumlah sebesar itu, tulis siaran pers Badan Litbang Kementerian Perhubungan di Jakarta Kamis, terdiri atas 18.774 perwira dan 25.032 ratings.
Kesimpulan seperti itu dihasilkan dalam “Roundtable Discussion” bertema “Kebutuhan Tenaga Pelaut untuk Memenuhi Keberhasilan Azas Cabotage” yang diselenggarakan Badan Litbang Kementerian Perhubungan (Kemenhub) beberapa hari lalu.
Kepala Badan Litbang Ir Denny Siahaan MsTr mengemukan, forum diskusi juga menyimpulkan bahwa besarnya kebutuhan pelaut untuk lapangan pekerjaan di kapal niaga berbendera Indonesia, menyusul dilaksanakannya Inpres No 5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional.
“Sejak Inpres 5 jumlah armada nasional berbendera Indonesia terus meningkat dari 6.041 armada (2005) menjadi 9.170 armada (akhir 2009) atau naik 51 persen,” katanya.
Meski demikian, untuk memenuhi kebutuhan tenaga pelaut masih terkendala kurangnya lembaga-lembaga pendidikan kepelautan dan masih banyak tenaga pelaut Indonesia memilih bekerja di kapal berbendera asing karena alasan pendapatan.
Menurut Peneliti Utama Badan Litbang Kemenhub, Willem Nikson, seorang nakhoda di kapal Indonesia bergaji Rp3,5 juta per bulan, sedangkan jika mereka bekerja di kapal asing mendapat gaji Rp18 juta – Rp20 juta per bulan ditambah premi 20 dolar AS.
“Tentu hal ini sangat menggiurkan,” kata Willem.
Pembicara lain dari BPSDM Kemenhub, Capt Marihot S mengatakan, untuk meningkatkan kualitas pelaut perlu dilakukan pembenahan sarana dan prasarana pada lembaga pendidikan kepelautan.
“Untuk menjamin pelaut bisa segera bekerja, BPSDM sudah berkoordinasi dengan INSA,” ujar Marihot.
Denny Siahaan dalam sambutannya pada pembukaan diskusi mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan pelaut, jumlah lembaga pendidikan kepelautan swasta perlu ditingkatkan dan perlu diberi subsidi oleh pemerintah supaya layak diakreditasi.
“Kemenhub, Kemenaker, dan Kemendiknas juga perlu bekerjasama untuk meningkatkan kuantitas, kualitas, dan kesejahteraan pelaut,” ujar Denny.
Ketua DPP INSA Carmelita Hartoto dalam forum itu mengusulkan dilaksanakannya Fast Track Program pendidikan untuk pelaut nasional. Lewat program ini jumlah pelaut dapat dilipatgandakan dalam waktu sesingkatnya tanpa mengurangi kaidah-kaidah ilmu kepelautan.

pengertian tentang International Maritime Organization ( IMO )


International Maritime Organization ( IMO )


Dalam rangka meningkatkan keselamatan kerja dan keselamatan pelayaran, PBB dalam koperensinya pada tahun 1948 telah menyetujui untuk membentuk suatu badan Internasional yang khusus menangani masalah-masalah kemaritiman. Badan tersebut dibentuk pertama kali dengan nama Inter Govermental Maritime Consuktative Organization ( IMCO ). Sepuluh tahun kemudian, yakni pada tahun 1958 organisasi tersebut baru diakui secara Internasional. Kemudian berubah nama menjadi International Maritime Organization ( IMO ) sejak tanggal, 22 Mei 1982.

Empat tahun sebelim INO diberlakukan secara Internasional yakni pada tahun 1954 Marine Pollution Convention sudah mulai diberlakukan tetapi baru pada tahun 1959 secara resmi di administrasikan dan di sebar luaskan oleh IMO. International Maritime Organization ( IMO ) berkedudukan di London, dengan alamat 4 Albert Embankment yang merupakan satu-satunya Badan Spesialisasi PBB yang bermarkas di Inggris. Sedang Paripurna IMO disebut Assembly melakukan pertemuan tahunan satu kali dalam selang waktu dua tahun dan biasanya diadakan pada bulan September atau Oktober. Pertemuan tahunan yang diadakan yang disebut Council, anggotanya terdiri dari 32 negara yang dipilih oleh sidang Assembly dan bertindak sebagai Badan Pelaksana harian kegiatan IMO. IMO adalah Badan Organisasi yang menangani masalah teknis dan sebagian besar kegiatannya dilaksanakan oleh beberapa Komite.

1. The Marine Safety Committee ( MSC )

Merupakan komite yang paling senior dan khusus menangani pekerjaan yang berhubungan dengan masalah keselamatan dan teknik. Memiliki beberapa Sub committee sesuai tugas masing-masing.

2. The Marine Environment Protection Committee ( MEPC )

Dibentuk oleh IMO Assembly pada tahun 1973 dengan tugas mengkoordinir kegiatan pencegahan dan pengontrolan pencemaran laut yang asalnya dari kapal. Sub Committee dari Bulk Chemicals merupakan juga sub committee dari MEPC kalau menyangkut masalah pencemaran.

3. The Technical C0-Operation Committee
Tugasnya mengkoordinir bantuan teknik dari IMO di bidang maritim terutama untuk negara berkembang. Komite teknik ini merupakan komite pertama dalam organisasi PBB yang diakui sebagai bagian dari konvensi. Badan ini dibentuk tahun 1975 dan merupakan agen pertama PBB yang membentuk technical cooperation dalam bentuk struktur organisasi. Tujuannya adalah menyediakan program bantuan untuk setiap negara terutama negara berkembang untuk meratifikasi dan kemudian melaksanakan peraturan yang dikeluarkan oleh IMO. IMO menyediakan tenaga bantuan konsultan di lapangan dan petunjuk dari Headquarters kepada pemerintah yang memintanya untuk melakukan training keselamatan kerja maritim dan pencegahan pencemaran terhadap ABK bagian deck, mesin dan personil darat. Melalui Komite ini IMO melakukan seminar dan workshop dibeberapa negara setiap tahun dan sudah mengerjakan banyak proyek bantuan teknik di seluruh dunia. Proyek ambisius yang dilakukan Komite ini adalah mendirikan “The World Maritime University” di Malmo Swedia pada tahun 1983, dengan tujuan untuk mendidik dan menyediakan tenaga trampil dalam bidang keselamatan dan lingkungan maritim, dari negara berkembang yang sudah mempunyai latar belakang pendidikan yang mencukupi di negara masing-masing.

5. Sekretariat IMO
Sekretariat IMO dipimpin oleh Secretary General yang dibantu oleh ± 300 tenaga dari berbagai negara termasuk para penterjemah ke dalam 6 bahasa yang diakui dapat digunakan berkomunikasi dalam sidang komite, yakni bahasa inggris, Perancis, Rusia, Spanyol, Arab, China dan 3 bahasa teknis 13.6. Tugas dan Pekerjaan IMO Tugas Utama IMO adalah membuat peraturan-peraturan keselamatan kerja dilaut termasuk keselamatan pelayaran dan pencegahan serta penanggulangan pencemaran lingkungan perairan. Seperti halnya SOLAS 74/78 diberlakukan oleh pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 65 tahun 1980 dan MARPOL 73/78 dengan Keputusan Presiden No. 46 tahun 1986. Kedua Keputusan Presiden tersebut sudah tercakup dalam UU No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran.
Konvensi-konvensi IMO paling penting yang sudah dikeluarkan adalah sebagai berikut :

  1. - Safety Of Life At Sea ( SOLAS ) Convention 1974/1978
  2. - Marine Pollution Prevention ( MARPOL ) Convention 1973/1978
  3. - Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seafarers

(SCTW) Convention 1978 termasuk beberapa amandements dari setiap konvensi.
Dalam ketiga konvensi tersebut digariskan peraturan keselamatan kerja di laut, pencegahan pencemaran perairan dan persyaratan pengetahuan dan ketrampilan minimum yang harus dipenuhi oleh awak kapal. SOLAS Convention, menangani aspek keselamatan kapal termasuk konstruksi, navigasi dan komunikasi. MARPOL Convention, menangani aspek lingkungan perairan khusus untuk pencegahan pencemaran yang asalnya dari kapal, alat apung lainnya dan usaha penanggulangannya. STCW Convention, berisi persyaratan minimum pendidikan atau training yang harus dipenuhi oleh ABK (Anak Buah Kapal) untuk bekerja di atas kapal sebagai pelaut.

G +

bookmark

  • Add to Facebook
  • Add to Twitter
  • Add RSS Feed
Powered By Blogger